Penerapan DNA dalam identifikasi forensik Forensik merupakan
aplikasi dari disiplin ilmu kedokteran maupun ilmu-ilmu lain yang terkait dalam
suatu penyelidikan untuk memperoleh data-data dalam mengungkap kasus kriminal
baik itu data post mortem berdasar pemeriksaan mayat maupun data dari
pemeriksaan kasus hidup seperti perkosaan, pelecehan seksual atau kekerasan
dalam rumah tangga. Produk yang dihasilkan merupakan bukti autentik dalam suatu
proses peradilan hukum demi menegakkan kebenaran. Kasus non kriminal, aplikasi
forensik sangat diperlukan terutama untuk mengungkap identitas korban musibah
masal seperti bencana alam, jatuhnya pesawat, tenggelamnya kapal, kecelakaan
kereta dan kebakaran.Semakin pesatnya
perkembangan teknologi memungkinkan polisi mampu memecahkan suatu kasus lebih
cepat, ini dikarenakan penerapan teknologi DNA atau deoxyribonucleic acid
merupakan asam nukleat yang menyusun informasi genetis pada makhluk hidup. DNA
terdapat sebagai rantai ganda (double helix) yang sangat panjang, mengandung
potonganpotongan gen sebagai satuan terkecil pengendali sifat dan ciri
morfologi seperti warnakulit, jenis rambut, bentuk jari dan sifat-sifat khusus
pada manusia.Para peneliti menyatakan
bahwa materi genetik berada di dalam struktur yang disebut kromosom dalam inti
sel (nukleus). Pada tahun 1927, Griffith dan Avery mengungkapkan bahwa bakteri
memiliki suatu senyawa yang mengekspresikan sifatsifat yang berbeda tetapi
belum mengetahui dengan jelas penyebabnya. Penelitian lebih lanjut oleh Avery,
MacLeod, dan McCarthy pada tahun 1944 yang menunjukkan bahwa perbedaan ekspresi
sifat tersebut karena struktur seperti tangga, terdiri dari dua pita yang
berlawanan arah, yang akhirnya dikenal dengan DNA. Penemuan struktur DNA oleh
James Watson dan Francis Crick pada tahun 1953 merupakan temuan penting dalam
perkembangan genetika di dunia. Model struktur DNA hasil analisis Watson dan
Crick mampu menjelaskan bagaimana DNA membawa informasi genetis sebagai cetak
biru (blueprint) yang dapat dicopy dan diperbanyak saat sel membelah
sehingga sel-sel baru juga mengandung informasi genetis yang sama. Inilah yang
menyebabkan mengapa sifat dan ciri fisik seseorang berasal dari pewarisan orang
tua dan nantinya akan diturunkan ke anak cucunya.Sepanjang pita DNA berisi
struktur yang terdiri dari gula pentosa (deoksiribosa), gugus fosfat dan basa
nitrogen, bersusun membentuk rantai panjang dan berpasangan secara
teratur. Semua kandungan DNA yang ada
pada sel dinamakan genom. Genom manusia terdiri dari genom inti sel (nukleus)
dan genom mitokondria. Genom mitokondria (ekstranuklear), mengandung lebih
banyak kromosom, sehingga jika pada kromosom inti, masing-masing hanya terdiri
dari 2 copy, maka kromosom mitokondria tersusun dari ribuan copy. Penyakit yang
disebabkan oleh mutasi pada gen di dalam mitokondria biasanya diwariskan dari
ibu ke anak karena mitokondria seorang manusia adalah hasil pewarisan dari ibu.
Hal ini disebabkan mitokondria lebih banyak ditemukan di dalam sel telur dari pada
sperma. Setelah fertilisasi mitokondria dari spermatozoa juga akan mati
sehingga hanya meninggalkan mitokondria dari sel telur.Seorang penjahat tanpa
disadari pasti akan meninggalkan sesuatu (jejak), sehingga ketika polisi
dipanggil ditempat kejadian perkara (TKP)
segera ditutup dengan pita kuning police line untuk mencegah pencemaran
bukti-bukti penting. Ahli forensik harus bergegas ke tempat kejadian sebelum
bukti penting yang mungkin membantu mengungkap kejadian hilang atau dirusak.
Barang bukti forensic yang ditemukan harus diambil sampelnya untuk diperiksa di
laboratorium demi mendapatkan data pelengkap dan pendukung. Salah satu
pemeriksaan yang penting dan hasilnya bisa didapat dengan cepat adalah tes
sidik DNA. Tes sidik DNA dalam kasus forensik utamanya dilakukan untuk tujuan
identifikasi korban walaupun sekarang tes sidik DNA juga bisa dilakukan untuk
melacak pelaku kejahatan.Pelacakan identitas
forensik akan dilakukan dengan mencocokkan antara DNA korban dengan terduga
keluarga korban. Hampir semua sampel biologis tubuh dapat digunakan untuk
sampel tes siik DNA, tetapi yang sering digunakan adalah darah, rambut, usapan
mulut pada pipi bagian dalam (buccal swab), dan kuku. Untuk kasuskasusforensik,
sperma, daging tulang,kulit,air liur atau sampel biologis apa saja yang ditemukan
di tempat kejadian perkara (TKP) dapat dijadikan sampel tes sidik DNA.Secara biologis,
pemeriksaan identifikasi korban bisa dilakukan dengan odontologi
(gigi-geligi),anthropologi (ciri tubuh), golongan darah serta sidik DNA. Sidik
DNA merupakan gambaran pola potongan DNA dari setiap individu. Seperti halnya
sidik jari (fingerprint) yang telah lama digunakan oleh detektif dan
laboratorium kepolisian sejak tahun 1930.Pada tahun 1980, Alec
Jeffreys dengan teknologi DNA berhasil mendemonstrasikan bahwa DNA memiliki
bagian-bagian pengulangan (sekuen) yangbervariasi. Hal ini dinamakan
polimorfisme, yang dapat digunakan sebagai sarana identifikasi spesifik
(individual) dari seseorang. Perbedaan sidik DNA setiap orang atau individu
layaknya sidik jari, sidik DNA ini juga bisa dibaca. Tidak seperti sidik jari
pada ujung jari seseorang yang dapat diubah dengan operasi, sidik DNA tidak
dapat dirubah oleh siapapun dan dengan alat apapun. Bahkan, sidik DNA mempunyai
kesamaan pada setiap sel, jaringan dan organ pada setiap individu. Oleh karena
itu sidik DNA menjadi suatu metode identifikasi yang sangat akurat.Teknologi DNA memiliki
keunggulan mencolok dalam hal potensi diskriminasinya dan sensitifitasnya maka
tes sidik DNA menjadi pilihan dalam penyelidikan kasus-kasus forensik dibanding
teknologi konvensional seperti serologi dan elektroforesis. Kedua tes ini hanya
mampu menganalisis perbedaan ekspresi protein dan membutuhkan sampel dengan
jumlah relatif besar. Tes sidik DNA sebaliknya hanya membutuhkan sampel yang
relatif sedikit. Metode Southern Blots misalnya sudah mampu menedeteksi
loki polimorfisme dengan materi DNA sekecil 60 nanogram, sedangkan metode Polymerase
Chain Reaction (PCR) hanya memerlukan DNA sejumlah beberapa nanogram saja.
Pada kasus kriminal dengan jumlah sampel barang bukti yang diambil di TKP
sangat kecil dan kemungkinan mengalami degradasi maka metode yang cocok dan
sensitif adalah PCR.Restriction
Fragment Length Polymorphism (RFLP) adalah salah satu aplikasi analisis DNA asli pada penelitian
forensik. Dengan perkembangan dan adanya teknik analisis DNA yang lebih baru
dan lebih efisien, RFLP tidak lagi digunakan karena membutuhkan sampel DNA yang
relative banyak. Selain itu sampel yang bisanya diperoleh juga biasanya sudah
terdegradasi oleh faktor lingkungan, seperti kotoran atau jamur, tidak dapat
digunakan untuk RFLP. RFLP merupakan teknik sidik DNA berdasarkan deteksi
fragmen DNA dengan panjang yang bervariasi. Awalnya DNA diisolasi dari sampel
yang kemudian dipotong dengan enzim khusus restriction endonuclease.
Enzim ini memotong DNA pada pola sekuen tertent yang disebut restriction
endonuclease recognition site (sisi yang dikenali oleh enzimrestriksi). Ada
atau tidaknya sisi yang dikenali ini di dalam sampel DNA menghasilkan fragmen
DNA dengan panjang yang bervariasi. Selanjutnya potongan fragmen tersebut akan
dipisahkan dengan elektroforesis pada gel agarose 0,5%. Fragmen DNA kemudian dipindahkan
dan difiksasi pada pada membran nilon dan dihibridisasi spesifik dengan pelacak
(probe) DNA berlabel radioaktif yang akan berikatan dengan sekuen DNA komplementernya
pada sampel. Metode ini akhirnya muncullah pita-pita yang unik untuk setiap
individu.
Keberhasilan metode ini
sangat tergantung pada isolasi sejumlah DNA tanpa terdegradasi. Pada persidangan
kasus kriminal, hal ini bisa menjadi suatu masalah jika jumlah DNA sangat
sedikit dan kualitasnya rendah. Ini terlihat dari hasil pita-pita sidik DNA
yang tidak tajam. Jumlah pita sidik DNA yang dapat dianalisis sangat penting
karena jika jumlah pitanya berkurang akibat terdegradasi secara statistik
menurunkan taraf kepercayaan. Semakin banyak pita yang cocok akan semakin
meyakinkan. Oleh karena itu pada kasus ini dapat digunakan teknik sidik DNA
dengan memperkuat (mengamplifikasi) daerah spesifik pada DNA yang disebut mikrosatelit dengan satuan pengulangan yang
dinamakan Simple Tandem Repeat (STR). Analisis dengan PCR pada daerah
STR tersebut dapat mengatasi masalah tersebut. Teknik ini dapat menghasilkan
data dalam waktu singkat dan sangat cocok untuk otomatisasi.Analisis Polymerase
chain reaction (PCR) Polymerase chain reaction. (PCR) digunakan untuk
membuat jutaan kopi DNA dari sampel biologis. Amplifikasi DNA dengan
menggunakan PCR menyebabkan analisis DNA pada sampel biologis hanya membutuhkan
sedikit sampel dan dapat diperoleh dari sampel yang halus seperti rambut.
Kemampuan PCR untuk mengamplifikasi sejumlah kecil DNA memungkinkan untuk
menganalisa sampel yang sudah terdegradasi sekalipun. Namun, tetap saja harus
dicegah kontaminasi dengan materi biologis yang lain selama melakukan
identifikasi, koleksi dan menyiapkan sampelnya. Tes DNA dilakukan dengan cara
mengambil DNA dari kromosom sel tubuh (autosom) yangmengandung area STR (short
tandem repeats), suatu area ini tidak memberi kode untuk melakukan sesuatu. STR
inilah yang bersifat unik karena berbeda pada setiap orang. Perbedaannya
terletak pada urutan pasang basa yang dihasilkan dan urutan pengulangan STR.
Pola STR ini diwariskan dari orang tua. Aplikasi teknik ini misalnya pada tes
DNA untuk paternalitas (pembuktian anak kandung) yaitu tes DNA untuk membuktikan apakah
seorang anak benar-benar adalah anak kandung dari sepasang suami dan istri.
Cara memeriksa tes DNA dilakukan dengan cara mengambil STR dari anak.
Selanjutnya, di laboratorium akan dianalisa urutan untaian STR ini apakah
urutannya sama dengan seseorang yang dijadikan pola dari seorang anak. Urutan
tidak hanya satu-satunya karena pemeriksaan dilanjutkan dengan melihat nomor
kromosom. Misalnya, hasil pemeriksaan seorang anak ditemukan bahwa pada
kromosom nomor 3 memiliki urutan kode AGACT dengan pengulangan 2 kali. Bila
ayah atau ibu yang mengaku orang tua kandungnya juga memiliki pengulangan sama
pada nomor kromosom yang sama, maka dapat disimpulkan antara 2 orang itu
memiliki hubungan keluarga. Seseorang dapat dikatakan memiliki hubungan darah
jika memiliki urutan dan pengulangan setidaknya pada 16 STR yang sama dengan
kelurga kandungnya, maka kedua orang yang dicek memiliki ikatan saudara kandung
atau hubungan darah yang dekat. Jumlah ini cukup kecil dibandingkan dengan
keseluruhan ikatan spiral DNA dalam tubuh kita yang berjumlah miliaran.
Sementara itu, Federal Bureau of Investigation (FBI) menggunakan satu set dari
13 daerah STR khusus untuk CODIS. CODIS merupakan program software yang
mengoperasikan database dari profil DNA local, daerah dan nasional dari
tersangka, bukti tindak kriminalitas yang belum selesai kasusnya dan orang
hilang. Kemungkinan bahwa dua individu mempunyai 13 loci yang sama pada profil
DNAnya adalah sangat jarang .Analisis Mitochondrial
DNA Analisis DNA mitokondria (mtDNA) dapat digunakan untuk menentukan DNA di
sampel yang tidak dapat dianalisa dengan menggunakan RFLP atau STR. Jika DNA
pada inti sel (nukleus) harus diekstrak
dari sampel untuk dianalisis dengan menggunakan RFLP, PCR, dan STR; maka tes
sidik DNA dapat dilakukan dengan menggunakan ekstrak DNA dari organela sel yang
lain, yaitu mitokondria. Contohnya pada sampel biologis yang sudah berumur tua
sehingga tidak memiliki materi nukleus, seperti rambut, tulang dan gigi, maka
karena sampel tersebut tidak dapat dianalisa dengan STR dan RFLP, sampel
tersebut dapat dianalisa dengan menggunakan mtDNA. Pada investigasi kasus yang
sudah sangat lama tidak terselesaikan penggunaan mtDNA sangatlah dibutuhkan.Semua ibu memiliki DNA
mitokondria yang sama dengan anak perempuannya karena mitokondria pada
masing-masing embrio yang baru berasal dari sel telur ibunya. Sperma ayah hanya
berkontribusi memberikan DNA inti sel (
nukleus). Membandingkan profil mtDNA dari seseorang yang tidak teridentifikasi
dengan profil seseorang yang kemungkinan adalah ibunya merupakan teknik yang
penting dalam investigasi orang hilang atau temuan kerangka yang sudah berusia
puluhan tahun.DNA mitokondria sangat
baik untuk digunakan sebagai alat untuk analisis DNA, karena mempunyai 3 sifat
penting, yaitu DNA ini mempunyai copy number yang tinggi sekitar 1000-10.000
dan berada di dalam sel yang tidak mempunyai inti seperti sel darah merah atau
eritrosit. DNA mitokondria dapat digunakan untuk analisa meskipun jumlah sampel
yang ditemukan terbatas, mudah terdegradasi dan pada kondisi yang tidak
memungkinkan untuk dilakukan analisa terhadap DNA inti. Kedua, DNA mitokondria
manusia diturunkan secara maternal, sehingga setiap individu pada garis
keturunan ibu yang sama memiliki tipe DNA mitokondria yang identik.
Karakteristik DNA mitokondria ini dapat digunakan untuk penyelidikan kasus
orang hilang atau menentukan identitas seseorang dengan membandingkan DNA
mitokondria korban terhadap DNA mitokondria saudaranya yang segaris keturunan
ibu. Ketiga, DNA mitokondria mempunyai laju polimorfisme yang tinggi dengan
laju evolusinya sekitar 5-10 kali lebih cepat dari DNA inti. D-loop merupakan
daerah yang mempunyai tingkat polimorfisme tertinggi dalam DNA mitokondria
dimana terdapat dua daerah hipervariabel dengan tingkat variasi terbesar antara
individu-individu yang tidak mempunyai hubungan kekerabatan. Karena itu, dalam
penentuan identitas seseorang atau studi forensik dapat dilakukan hanya dengan
menggunakan daerah D-loop DNA mitokondria saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar